Kalo Kita Diuji...


Aku ambil gambar itu buat dipasang di dinding facebook awalnya. Berakna ganda. Kalo dibilang maen sekolah-sekolahan, ga lebih karena gambarnya memang kayak gitu. Ada yang mengajar dan ada yang mencatat. Kakak sebagai guru sementara aku jadi muridnya. Tapi sebenarnya itu dunia kami masing-masing. Kakak suka dunia pendidikan sementara aku lebih condong ke dunia kepenulisan. Dan ternyata makna sebenarnya justru datang kemarin malam, ternyata gambar itu juga merupakan ujian bagi kami. Yep, exam, ujian...
Kemarin kakak bilang ada yang menegurnya sedikit kasar. Seseorang yang tak pantas  dianggap musuh  meski tak layak juga di sebut sebagai seorang kawan. Beda dia dengan kami hanya masalah "derajatt" saja lain tidak.Tentang apa yang telah diabdikan kakak selama ini. Entah apa maksudnya tiba-tiba kakak tanya ada berapa tabungan kita. Tak etis rasanya kalau dijelaskan sedetail mungkin, yang jelas kita akan memulai segalanya lagi.
Ada guratan sedih dan marah dimatanya, aku tahu. Aku tahu kakak lelah dengan semua kenyataan yang terjadi. Dengan atau tidak sama sekali kegiatan itu dilakukan, toh nasib kami tetap sama. Kami,,,dua orang yang saling menguatkan...
Aku bilang Tuhan telah sangat membahagiakan kita hampir empat tahun ini. Hidup kami berdua sudah lebih dari cukup. Bahkan banyak yang mengansumsikan kami sebagai OKB alias Orang Kaya Baru.  Entah dari sisi mana banyak orang beranggapan begitu meskipun sebenarnya hidup kami kurang lebih sama sederhananya dengan kabanyakan orang lain. Kami belum punya rumah, mobil pribadi maupun pesawat jet. Tapi kami memang lebih berpositif thingking dan memperkaya hati. Kami hanya mengamini semua yang diasumsikan orang terhadap kami. Kami anggap semuanya adalah do'a. Lain tidak.
Aku bilang setiap tahun jalan yang kita targetkan kebanyakan meleset dari harapan. Bukan, bukan meleset ke arah gagal namun sebaliknya meleset ke arah yang lebih baik, yang tak pernah terfikir sebelumnya. Aku selalu menganggap betapa baiknya Tuhan mengatur skenario hidup kita dengan cantik. Hampir tanpa cela...
"Kita pasti bisa lalui ini, kakak" hiburku padanya juga pada diriku sendiri. Mungkin dengan ini kita lebih mandiri. Memang lebih baik memiliki sesuatu untuk kita saja. Perkara orang lain iri, dengki atau tidak suka itu wajar. Karena dunia memang diciptakan untuk dua arah yang selalu berlawanan namun sadarkah bahwa keberlawanan itu merupakan pasangan yang serasi. Ada kanan dan kiri. Atas-Bawah. Utara-Selatan. Baik buruk. Lalu mengapa pasangan serasi yang kita hadapi sekarang harus niat baik dan iri?

Tak bisa kupungkiri semua yang kakak ceritakan menjadi ganjalan lain di hati. Mengapa jarang ada orang "besar" mengobral secuil kata terima kasih pada orang "kecil" seperti kami. Bukan, bukan untukku tapi untuk pengorbanan, tenaga, fikiran plus banyak hal yang telah kakak lakukan selama ini. Tuh kan kesannya pamrih??

Biar, kami sepakat untuk jadikan kejadian kemarin sebagai batu loncatan. Dianggap aja sebagai kejaran anjing supaya akku dan kakak bisa melompat lebih tinggi, supaya menaiki tangga takdir bukan dengan berjalan tertatih lagi melainkan melompat dengan semangat meski sedikit ketakutan. Melompat melewati beberapa anak tangga sekaligus. Agar ada suasana baru, suasana penuh semangat tanpa menoleh ke belakang lagi (karena anjingnya ngejar terus sih)

Hmm, kok sekarang aku mulai sedikit tenang ya. Ga lagi berat mikirin permasalah itu. Mungkin karena aura ke-ikhlasan kakak yang tak urung juga ikut membuat aliran darahku turun normal, tidak meledak-ledak, lebih kalem dan yang paling penting kita akan selalu saling menguatkan satu sama lain...

Kakak, tabah ya....

0 komentar:

Posting Komentar

monggo...